Tradisi yang berlaku di masyarakat Nahdliyin sangatalah komplit dari berbagai macam aspek. Salah satunya tentang tradisi seputar kematian yang selalu dipertanyakan hujah atau dalil-dalil sebagai landasannya. Berikut beberapa tradisi seputar kematian seperti talqin mayit, menabur bunga, tahlilan, sedekah untuk mayit, baca Al Qur’an untuk mayit dan lain-lainnya beserta dalil-dalil landasan amaliyah tersebut :
- Talqin Mayit
Untuk menjelaskan persoalan talqin secara gamblang, marilah kita bersama Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, ulama terkemuka panutan kaum Wahabi, dalam kitabnya yang berjudul al-Ruh, yang membahas tentang anjuran talqin dan faedahnya bagi orang yang meninggal dunia. Beliau berkata :
فصل ويدل على هذا أيضا ما جرى عليه عمل الناس قديما وإلى الآن من تلقين الميت في قبره ولولا أنه يسمع ذلك وينتفع به لم يكن فيه فائدة وكان عبثا وقد سئل عنه الإمام أحمد رحمه الله فاستحسنه واحتج عليه بالعمل
Bagian penting. Tahunya orang mati terhadap kunjungan orang-orang yang masih hidup juga ditunjukkan oleh pengamalan masyarakat Islam yang telah berjalan sejak dahulu dan sampai sekarang, yaitu tentang talqin mayit di kuburan. Seandainya ia tidak mendengar dan mengambil manfaat dari talqin tersebut, tentu hal itu tidak ada faedahnya dan menjadi main-main. Imam Ahmad rahimahullah telah ditanya tentang talqin, lalu beliau menganggapnya baik dan berhujjah dengan pengamalan masyarakat Islam.
ويروى فيه حديث ضعيف ذكره الطبرانى في معجمه من حديث أبى أمامة قال قال رسول الله إذا مات أحدكم فسويتم عليه التراب فليقم أحدكم على رأس قبره ثم يقول يا فلان ابن فلانة فإنه يسمع ولايجيب ثم ليقل يا فلان ابن فلانة الثانية فإنه يستوي قاعدا ثم ليقل يا فلان ابن فلانة يقول أرشدنا رحمك الله ولكنكم لاتسمعون فيقول أذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلا الله وان محمد رسول الله وأنك رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد نبيا وبالقرآن إماما فان منكرا ونكيرا يتأخر كل واحد منهما ويقول انطلق بنا ما يقعدنا عند هذا وقد لقن حجته ويكون الله ورسوله حجيجه دونهما فقال رجل يا رسول الله فإن لم يعرف أمه قال ينسبه إلى امه حواء
Dan telah diriwayatkan hadits dha’if mengenai talqin, disebutkan oleh al-Thabarani dalam Mu’jamnya dari hadits Abu Umamah. Ia berkata : “Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila salah seorang kalian meninggal, lalu kalian ratakan tanah di atasnya, maka hendaknya salah seorang kalian berdiri di bagian kepala makamnya, kemudian berkata : “Wahai fulan bin fulanah.”
Karena sesungguhnya ia mendengar dan tidak bisa menjawab. Kemudian hendaknya berkata untuk yang kedua kalinya : “Wahai fulan bin fulanah.”
Maka sesungguhnya ia akan bangkit untuk duduk. Kemudian hendaknya berkata : “Wahai fulan bin fulanah.”
Ia akan berkata : “Tunjukkanlah kami, semoga Allah mengasihimu.”
Akan tetapi kalian tidak mendengarnya. Maka ia berkata : “Ingatlah sesuatu dimana kamu keluar dari dunia karenanya yaitu kesaksian sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan sesungguhnya kamu ridha kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai nabi, al-Qur’an sebagai pemimpin, maka sesungguhnya masing-masing dari Munkar dan Nakir akan mundur dan berkata : “Marilah kita pergi. Buat apa kita duduk di samping orang ini, sedang ia telah dituntun hujjahnya. Sedangkan Allah dan Rasul-Nya yang akan menjadi penghujjah orang ini menghadapi keduanya (Munkar dan Nakir).”
Seorang laki-laki berkata : “Wahai Rasulullah, apabila ia tidak mengetahui nama ibunya?”
Baginda menjawab : “Ia menisbatkannya kepada Ibu Hawa.”
Hadits ini, meskipun tidak kuat, akan tetapi bersambungnya pengamalan terhadap hadits tersebut di seluruh kota dan seluruh masa tanpa ada ulama yang mengingkari, adalah cukup sebagai dasar dalam mengamalkan hadits tersebut.
Baca selengkapnya : HUKUM TALQIN MAYIT, TRADISI DAN HADITS DHA’IF
- Menabur Bunga di atas Kuburan
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anha dikisahkan :
“Rosulullah ﷺ melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda,”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah.”
فهذا الحديث وإن لم يثبت فإتصال العمل به في سائر الأمصار والأعصار من غير انكار كاف في العمل به
Hadits ini, meskipun tidak kuat, akan tetapi bersambungnya pengamalan terhadap hadits tersebut di seluruh kota dan seluruh masa tanpa ada ulama yang mengingkari, adalah cukup sebagai dasar dalam mengamalkan hadits tersebut.
Baca selengkapnya : HUKUM TALQIN MAYIT, TRADISI DAN HADITS DHA’IF
- Menabur Bunga di atas Kuburan
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anha dikisahkan :
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ: «إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ مِنْ كَبِيرٍ» ثُمَّ قَالَ: «بَلَى أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَسْعَى بِالنَّمِيمَةِ، وَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ» قَالَ: ثُمَّ أَخَذَ عُودًا رَطْبًا، فَكَسَرَهُ بِاثْنَتَيْنِ، ثُمَّ غَرَزَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى قَبْرٍ، ثُمَّ قَالَ: لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya, “Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?”
Beliau menjawab, “Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.” [Shohih Bukhori, no.1378]
Dari hadits ini para ulama’ mengambil hukum kesunanahan meletakkan dahan atau bunga yang harum baunya dan masih segar diatas kuburan, dan segala macam tumbuh-tumbuhan atau bagian dari tumbuhan yang masih segar. Karena tumbuh-tumbuhan tersebut membaca tasbih selagi basah dan si mayit mendapat barokah tasbihnya.
- Membaca Surat Yasin
Hadis-hadis dan amaliyah sahabat dalam membaca Yasin diulas lengkap oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya :
قال الإمام أحمد: حدثنا عارم، حدثنا ابن المبارك، حدثنا سليمان التيمي، عن أبي عثمان –وليس بالنهدي-عن أبيه، عن مَعْقِل بن يَسَار قال: قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “اِقْرَؤُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ” –يَعْنِي: يس. ورواه أبو داود، والنسائي في “اليوم والليلة” وابن ماجه من حديث عبد الله بن المبارك، به إلا أن في رواية النسائي: عن أبي عثمان، عن معقل بن يسار. وَلِهَذَا قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ: مِنْ خَصَائِصِ هَذِهِ السُّوْرَةِ: أَنَّهَا لاَ تُقْرَأُ عِنْدَ أَمْرٍ عَسِيْرٍ إِلاَّ يَسَّرَهُ اللهُ. وَكَأَنَّ قِرَاءَتَهَا عِنْدَ الْمَيِّتِ لِتُنْزَلَ الرَّحْمَةُ وَالْبَرَكَةُ، وَلِيَسْهُلَ عَلَيْهِ خُرُوْجُ الرُّوْحِ، وَاللهُ أَعْلَمُ. قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللهُ: حَدَّثَنَا أَبُوْ الْمُغِيْرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ قَالَ: كَانَ الْمَشِيْخَةُ يَقُوْلُوْنَ: إِذَا قُرِئَتْ –يَعْنِي يس-عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا (تفسير ابن كثير / دار طيبة –6 / 562)
Oleh karenanya sebagian ulama berkata : “Diantara keistimewaan surat yasin jika dibacakan dalam hal-hal yang sulit maka Allah akan memudahkannya, dan pembacaan Yasin di dekat orang yang meninggal adalah agar turun rahmat dan berkah dari Allah serta memudahkan keluarnya ruh.”
Imam Ahmad berkata : “Para guru berkata: Jika Yasin dibacakan di dekat mayit maka ia akan diringankan (keluarnya ruh).” [Ibnu Katsir V/342-343]
Baca juga : ASAL USUL YASINAN
- Membacakan Surat al-Fatihah
وَأَنَا أُوْصِي مَنْ طَالَعَ كِتَابِي وَاسْتَفَادَ مَا فِيْهِ مِنَ الْفَوَائِدِ النَّفِيْسَةِ الْعَالِيَةِ أَنْ يَخُصَّ وَلَدِي وَيَخُصَّنِي بِقِرَاءَةِ اْلفَاتِحَةِ وَيَدْعُوَ لِمَنْ قَدْ مَاتَ فِي غُرْبَةٍ بَعِيْداً عَنِ اْلإِخْوَانِ وَاْلأَبِ وَاْلأُمِّ بِالرَّحْمَةِ وَالْمَغْفِرَةِ فَإِنِّي كُنْتُ أَيْضاً كَثِيْرَ الدُّعَاءِ لِمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فِي حَقِّي وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً آمِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (تفسير الرازي : مفاتيح الغيب 18 / 183)
“(Al-Razi berkata) Saya berwasiat kepada pembaca kitab saya dan yang mempelajarinya agar secara khusus membacakan al-Fatihah untuk anak saya dan diri saya, serta mendoakan orang-orang yang meninggal nan jauh dari teman dan keluarga dengan doa rahmat dan ampunan. Dan saya sendiri melakukan hal tersebut.” [Tafsir al-Razi 18/233-234]
- Tahlil 7 Hari
حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنِ مَالِكِ ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلَ ثَنَا أَبِي ثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ ثَنَا اْلأَشْجَعِي عَنْ سُفْيَانَ (الثَّوْرِيّ) قَالَ قَالَ طَاوُوْسٌ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أْنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامَ (المطالب العلية للحافظ ابن حجر 5 / 330 وحلية الأولياء لابي نعيم الاصبهاني ج 4 / 11 وصفة الصفوة لأبي الفرج عبد الرحمن بن علي بن محمد بن الجوزي 1 / 20 والبداية والنهاية لابن كثير 9 / 270 وشرح صحيح البخارى لابن بطال 3 / 271 وعمدة القاري شرح صحيح البخارى للعيني 12 / 277)
“Imam Ahmad mengutip pernyataan Thawus : “Sesungguhnya orang-orang yang mati mendapatkan ujian di kubur mereka selama 7 hari. Maka para sahabat senang untuk memberi sedekah pada 7 hari tersebut.” [Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-Aliyah V/330, Abu Nuaim dalam Hilyat al-Auliya’ IV/11, Ibnu al-Jauzi dalam Shifat al-Shafwah I/20, Ibnu Katsir (murid Ibnu Taimiyah, ahli Tafsir) dalam al-Bidayah wa al-Nihayah IX/270, Ibnu Baththal dalam Syarah al-Bukhari III/271, dan al-Aini dalam Umdat al-Qari Syarah Sahih al-Bukhari XII/277]
Baca juga : TAHLILAN 7 HARI SEJAK DULU SUDAH POPULER DI MAKKAH DAN MADINAH
- Sedekah Keluarga Kepada Pelayat
Sayyidina Umar berwasiat agar memberi hidangan makanan untuk para pelayat :
عَنِ اْلأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ أَسْمَعُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ لاَ يَدْخُلُ أَحَدٌ مِنْ قُرَيْشٍ فيِ بَابٍ إِلاَّ دَخَلَ مَعَهُ نَاسٌ فَلاَ أَدْرِي مَا تَأْوِيْلُ قَوْلِهِ حَتَّى طُعِنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ فَأَمَرَ صُهَيْبًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثَلاَثًا وَأَمَرَ أَنْ يَجْعَلَ لِلنَّاسِ طَعَامًا فَلَمَّا رَجَعُوْا مِنَ الْجَنَازَةِ جَاؤُوْا وَقَدْ وُضِعَتِ الْمَوَائِدُ فَأَمْسَكَ النَّاسُ عَنْهَا لِلْحُزْنِ الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ فَجَاءَ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ مَاتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكَلْنَا وَشَرَبْنَا وَمَاتَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَأَكَلْنَا وَشَرَبْنَا . أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِنْ هَذَا الطَّعَامِ فَمَدَّ يَدَهُ وَمَدَّ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ فَأَكَلُوْا فَعَرَفْتُ تَأْوِيْلَ قَوْلِهِ (رواه الطبراني وقال الهيثمي وفيه علي بن زيد وحديثه حسن وبقية رجاله رجال الصحيح مجمع الزوائد ومنبع الفوائد 5 / 354 والمطالب العالية بزوائد المسانيد للحافظ ابن حجر ج 1 / ص 286 واتحاف الخيرة المهرة بزوائد المسانيد العشرة للحافظ البوصيري 2 / 153 وتاريخ بغداد للخطيب البغدادي 12 / 3574 ومناقب لابن الجوزي 233 بدون إسناد)
Dari Ahnaf bin Qais, ia berkata : “Saya mendengar Umar berkata : ‘Tidak ada seorang pun dari suku Quraisy yang masuk melalui satu pintu kecuali akan diikuti oleh orang-orang yang lain’. Saya tidak mengerti apa maksud ucapan beliau hingga ketika Umar ditusuk, maka beliau memerintahkan kepada Shuhaib agar disalatkan sebanyak tiga kali, dan memerintahkan agar pelayat dibuatkan makanan. Maka ketika para sahabat pulang dari pemakaman, mereka telah disiapkan hidangan, namun mereka terdiam karena mereka merasa sedih.
Kemudian Abbas bin Abdul Muthallib datang dan berkata : “Wahai manusia, sungguh Rasulullah telah wafat, maka kita makan dan minum. Abu Bakar telah wafat, maka kita makan dan minum. Wahai manusia makanlah hidangan ini!”
Kemudian Abbas menggapai makanan dengan tangannya, dan orang-orang juga turut memakannya.
(Ahnaf berkata) Maka saya tahu apa maksud perkataan Umar.” [Diriwayatkan oleh al-Thabrani, al-Hatsami berkata : Dalam riwayat tersebut terdapat perawi Ali bin Zaid (bin Judz’an) ia hadisnya berstatus Hasan, dan perawi lainnya adalah perawi Sahih. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-Aliyah I/286, al-Bushiri dalam Ithaf al-Khiyarah II/153, Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad XII/357, dan Ibnu al-Jauzi dalam al-Manaqib 233, tanpa mencantumkan sanad]
Aisyah, Istri Rasulullah ﷺ membuat hidangan untuk orang-orang yang bertakziyah :
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهَا كَانَتْ إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ مِنْ أَهْلِهَا فَاجْتَمَعَ لِذَلِكَ النِّسَاءُ ثمَّ تَفَرَّقْنَ إِلاَّ أَهْلَهَا وَخَاصَّتَهَا أَمَرَتْ بِبُرْمَةٍ مِنْ تَلْبِينَةٍ فَطُبِخَتْ ثُمَّ صُنِعَ ثَرِيدٌ فَصُبَّتِ التَّلْبِينَةُ عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَتْ كُلْنَ مِنْهَا فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : التَّلْبِينَةُ مَجَمَّةٌ لِفُؤَادِ الْمَرِيضِ تَذْهَبُ بِبَعْضِ الْحُزْنِ (رواه البخاري 10 / 123 و 124 في الطب ، باب التلبينة للمريض ، وفي الأطعمة ، باب التلبينة ، ومسلم رقم (2216) في السلام ، باب التلبينة مجمة لفؤاد المريض)
Baca juga : IBNU TAIMIYYAH : SAMPAINYA PAHALA DZIKIR DAN SHODAQOH KEPADA MAYIT
- Mengiringi Janazah Dengan Tahlil
أَخْرَجَ ابْنُ عَدِيٍّ فِي “الْكَامِلِ” عَنْ إبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي حُمَيْدٍ ثَنَا أَبُو بَكْرَةَ عَبْدُ الْعَظِيمِ بْنُ حَبِيبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: لَمْ يَكُنْ يُسْمَعُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ يَمْشِي خَلْفَ الْجِنَازَةِ، إلَّا قَوْلُ: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، مُبْدِيًا، وَرَاجِعًا، انْتَهَى. وَضَعَّفَ إبْرَاهِيمَ هَذَا، وَجَعَلَهُ مِنْ مُنْكَرَاتِهِ. وَأَعَادَهُ فِي “تَرْجَمَةِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ”، وَضَعَّفَهُ تَضْعِيفًا يَسِيرًا. (نصب الراية 2 / 292)
Ibnu Umar berkata : “Tidak terdengar dari Rasulullah ketika mengiringi janazah dari belakang kecuali kalimat tahlil, baik ketika mengantar atau pulangnya.” [HR Ibnu Adi dalam al-Kamil dengan sedikit dlaif]
Baca juga : DALIL-DALIL TAHLILAN
- Mengirim Pahala Tahlil Kepada Mayit
Meski tidak ada keterangan secara jelas bahwa Ibnu Taimiyah adalah pengamal tahlilan, tapi setidaknya ia setuju dan tidak menyalahkan orang-orang yang tahlilan. Inilah fatwa Ibnu Taimiyah :
وَسُئِلَ : عَمَّنْ ” هَلَّلَ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ وَأَهْدَاهُ لِلْمَيِّتِ يَكُونُ بَرَاءَةً لِلْمَيِّتِ مِنْ النَّارِ ” حَدِيثٌ صَحِيحٌ ؟ أَمْ لَا ؟ وَإِذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ وَأَهْدَاهُ إلَى الْمَيِّتِ يَصِلُ إلَيْهِ ثَوَابُهُ أَمْ لَا ؟ فَأَجَابَ : إذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ هَكَذَا : سَبْعُونَ أَلْفًا أَوْ أَقَلَّ أَوْ أَكْثَرَ . وَأُهْدِيَتْ إلَيْهِ نَفَعَهُ اللَّهُ بِذَلِكَ وَلَيْسَ هَذَا حَدِيثًا صَحِيحًا وَلَا ضَعِيفًا . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ (مجموع الفتاوى –24 / 165)
“Ibnu Taimiyah ditanya tentang seseorang yang membaca tahlil tujuh puluh ribu kali dan dihadiahkan kepada mayit sebagai pembebas dari api neraka, apakah ini hadis sahih atau tidak?
Ibnu Taimiyah menjawab : “Jika seseorang membaca tahlil sebanyak tujuh puluh ribu, atau kurang, atau lebih banyak, lalu dihadiahkan kepada mayit, maka Allah akan menyampaikannya. Hal ini bukan hadis sahih atau dlaif.” [Majmu’ al-Fatawa 24/165]
Di bagian lain Ibnu Taimiyah juga mengeluarkan fatwa yang seharusnya juga dijadikan pedoman bagi pengikutnya untuk turut mengamalkan tahlilan :
وَسُئِلَ : عَنْ قِرَاءَةِ أَهْلِ الْمَيِّتِ تَصِلُ إلَيْهِ ؟ وَالتَّسْبِيحُ وَالتَّحْمِيدُ وَالتَّهْلِيلُ وَالتَّكْبِيرُ إذَا أَهْدَاهُ إلَى الْمَيِّتِ يَصِلُ إلَيْهِ ثَوَابُهَا أَمْ لَا ؟ فَأَجَابَ : يَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ قِرَاءَةُ أَهْلِهِ وَتَسْبِيحُهُمْ وَتَكْبِيرُهُمْ وَسَائِرُ ذِكْرِهِمْ لِلَّهِ تَعَالَى إذَا أَهْدَوْهُ إلَى الْمَيِّتِ وَصَلَ إلَيْهِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ (مجموع الفتاوى –24 / 165)
“Ibnu Taimiyah ditanya mengenai bacaan keluarga mayit yang terdiri dari tasbih, tahmid, tahlil dan takbir, apabila mereka menghadiahkan kepada mayit apakah pahalanya bisa sampai atau tidak?
Ibnu Taimiyah menjawab : “Bacaan keluarga mayit bisa sampai, baik tasbihnya, takbirnya dan semua dzikirnya, karena Allah Ta’ala. Apabila mereka menghadiahkan kepada mayit, maka akan sampai kepadanya.” [Majmu’ al-Fatawa 24/165]
Bahkan, Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri aliran Wahhabi, di dalam kitabnya Ahkam Tamanni al-Maut hal. 74, mencantumkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan yang lain dari Ibnu Abbas secara Marfu’ :
” مَا الْمَيِّتُ فِي قَبْرِهِ إِلاَّ كَالْغَرِيْقِ الْمُتَغَوِّثِ يَنْتَظِرُ دَعْوَةً تَلْحَقُهُ مِنْ أَبٍ أَوْ مِنْ أَخٍ أَوْ صَدِيْقٍ فَإِذَا لَحِقَتْهُ كَانَتْ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا وَاِنَّ اللهَ لَيُدْخِلُ عَلَى اَهْلِ اْلقُبُوْرِ مِنْ دُعَاءِ اَهْلِ اْلاَرْضِ اَمْثَالَ الْجِبَالِ وَإِنَّ هَدَايَا اْلأَحْيَاءِ لِلْأَمْوَاتِ اْلاِسْتِغْفَارُ لَهُمْ”
“Keadaan mayit di dalam kuburnya tak lain seperti orang tenggelam yang meminta pertolongan. Ia menunggu doa dari bapaknya, saudaranya dan temannya. Jika doa telah sampai kepadanya, maka baginya lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Sesungguhnya Allah memasukkan doa dari orang hidup ke dalam alam kubur laksana sebesar gunung-gunung. Dan sesungguhnya hadiah dari orang yang hidup kepada orang yang mati adalah istighfar (minta ampunan bagi mereka).”
Baca juga : BENARKAH IMAM SYAFI’I BERPENDAPAT TIDAK SAMPAINYA PAHALA KE MAYIT?
- Susunan Dzikir dalam Tahlil
وَسُئِلَ : عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُنْكِرُ يُعْمِلُ السَّمَاعَ مَرَّاتٍ بِالتَّصْفِيقِ وَيُبْطِلُ الذِّكْرَ فِي وَقْتِ عَمَلِ السَّمَاعِ ” فَأَجَابَ : الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللَّهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : { إنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ } وَذَكَرَ الْحَدِيثَ (مجموع الفتاوى –22 / 302)
Ibnu Taimiyah menjawab : “Berkumpul untuk berdzikir kepada Allah, mendengarkan bacaan al-Quran dan doa, adalah amal shaleh dan bentuk pendekatan diri atau ibadah yang paling utama dalam beberapa waktu. Dalam hadis sahih Rasulullah ﷺ bersabda : Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berpatroli di bumi. Apabila mereka berjumpa dengan kaum yang berdzikir kepada Allah, maka malaikat tersebut berseru: Kemarilah untuk memenuhi hajat kalian…” [Majmu’ al-Fatawa 22/302]
Baca juga : DALIL KOMPOSISI BACAAN TAHLIL
- Baca al-Quran di Kuburan
Membaca al-Quran di kuburan berdasarkan dalil hadis berikut ini :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ (رواه الطبراني في الكبير رقم 13613 والبيهقي في الشعب رقم 9294 وتاريخ يحي بن معين 4 / 449)
Al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian pada hadis tersebut :
فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ أَخْرَجَهُ الطَّبْرَانِي بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ (فتح الباري لابن حجر 3 / 184)
“HR al-Thabrani dengan sanad yang hasan.” [Fath al-Bari III/184]
Imam al-Nawawi mengutip kesepakatan ulama Syafi’iyah tentang membaca al-Quran di kuburan :
وَيُسْتَحَبُّ (لِلزَّائِرِ) اَنْ يَقْرَأَ مِنَ الْقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوَ لَهُمْ عَقِبَهَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلاَصْحَابُ (المجموع شرح المهذب للشيخ النووي 5 / 311)
“Dan dianjurkan bagi peziarah untuk membaca al-Quran sesuai kemampuannya dan mendoakan ahli kubur setelah membaca al-Quran. Hal ini dijelaskan oleh al-Syafi’i dan disepakati oleh ulama Syafi’iyah.” [al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab V/311]
قَالَ الشَّافِعِي وَاْلأَصْحَابُ : يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَؤُوْا عِنْدَهُ شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ ، قَالُوْا : فَإِنْ خَتَمُوْا الْقُرْآنَ كُلَّهُ كَانَ حَسَنًا (الأذكار النووية -1 / 162)
“Imam Syafi'i dan para sahabatnya berkata : Disunahkan membaca sebagian dari al-Quran di dekat kuburnya.
Mereka berkata : Jika mereka mengkhatamkan al-Quran keseluruhan, maka hal itu dinilai bagus.” [al-Adzkar dan al-Majmu’ karya Imam al-Nawawi]
وَقَالَ الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحُ الزَّعْفَرَانِي سَأَلْتُ الشَّافِعِيَّ عَنِ اْلقِرَاءَةِ عِنْدَ الْقَبْرِ فَقَالَ لاَ بَأْسَ بِهَا (الروح لابن القيم –1 / 11)
Baca juga : JAWABAN ATAS PERTANYAAN SIAPA YANG MENAHLILI RASULULLAH DAN IMAM SYAFI’I
وَذَكَرَ الْخَلاَّلُ عَنِ الشُّعْبِي قَالَ كَانَتِ اْلأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ الْمَيِّتُ اِخْتَلَفُوْا إِلَى قَبْرِهِ يَقْرَءُوْنَ عِنْدَهُ الْقُرْآنَ (الروح لابن القيم – 1 / 11)
قَالَ الْخَلاَّلُ وَأَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ أَحْمَدَ الْوَرَّاقُ حَدَّثَنِى عَلِىُّ بْنُ مُوْسَى الْحَدَّادُ وَكَانَ صَدُوْقًا قَالَ كُنْتُ مَعَ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلَ وَمُحَمَّدٍ بْنِ قُدَامَةَ الْجَوْهَرِى فِي جَنَازَةٍِ فَلَمَّا دُفِنَ الْمَيِّتُ جَلَسَ رَجُلٌ ضَرِيْرٌ يَقْرَأُ عِنْدَ الْقَبْرِ فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ يَا هَذَا إِنَّ اْلقِرَاءَةَ عِنْدَ الْقَبْرِ بِدْعَةٌ فَلَمَّا خَرَجْنَا مِنَ الْمَقَابِرِ قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ ِلأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلَ يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ مَا تَقُوْلُ فِي مُبَشِّرٍ الْحَلَبِيّ قَالَ ثِقَةٌ قَالَ كَتَبْتَ عَنْهُ شَيْئًا ؟ قَالَ نَعَمْ فَأَخْبَرَنِي مُبَشِّرٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ اْلعَلاَءِ اللَّجَّاجِ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّهُ أَوْصَى إِذَا دُفِنَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا وَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُوْصِي بِذَلِكَ فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ فَارْجِعْ وَقُلْ لِلرَّجُلِ يَقْرَأُ (الروح لابن القيم – 1 / 10)
“Ali bin Musa al-Haddad (orang yang sangat jujur) berkata : “Saya bersama Ahmad bin Hanbal dan Muhammad Ibnu Qudamah al-Jauhari menghadiri pemakaman janazah. Setelah dimakamkan, ada orang laki-laki buta membaca al-Quran di dekat kubur tersebut.”
Ahmad berkata kepadanya : “Wahai saudara! Membaca di dekat kubur adalah bid’ah.”
Setelah kami keluar dari kuburan, Muhammad ibnu Qudamah bertanya kepada Ahmad bin Hanbal : “Wahai Abu Abdillah. Apa penilaianmu tentang Mubasysyir al-Halabi?”
Ahmad menjawab : “Ia orang terpercaya.”
Ibnu Qudamah bertanya lagi : “Apakah engkau meriwayatkan hadis dari Mubasysyir?”
Ahmad bin Hanbal menjawab : “Ya.”
“Saya mendapatkan riwayat dari Mubasysyir bin Abdirrahman dari ayahnya, bahwa ayahnya berpesan agar setelah dimakamkan dibacakan di dekat kepalanya dengan pembukaan al-Baqarah dan ayat akhirnya. Ayahnya berkata bahwa ia mendengar Ibnu Umar berwasiat seperti itu juga.”
Kemudian Imam Ahmad berkata kepada Ibnu Qudamah : “Kembalilah, dan katakan pada lelaki tadi agar membacanya!” [al-Ruh, Ibnu Qoyyim, I/11]
Wallahu a’lam bish shawwab.
Baca juga dalil-dalil tradisi lain seputar kematian :
- ADZAN UNTUK BAYI YANG BARU LAHIR DAN MAYIT YANG HENDAK DIKUBUR
- JAWABAN HABIB UMAR TERHADAP MEREKA YANG ANTI ZIARAH
- BERTABARRUK DENGAN MAKAM WALI
- MENJAWAB TUDUHAN WAHABI: ASWAJA PENGANUT AJARAN NENEK MOYANG
۰۞۰ ۰۞۰ ۰۞۰ ۰۞۰ ۰۞۰
۰۞۰ ۰۞۰ ۰۞۰ ۰۞۰ ۰۞۰
No comments:
Post a Comment